Senin, 18 Mei 2009

Perempuan Makin Rentan Terinfeksi HIV: Pembelajaran dari Malaysi




Di Negara Malaysia pada awal tahun pandemi AIDS, laki-laki yang hidup dengan HIV jumlahnya sangat jauh dari perempuan. Namun, saat ini statistik menunjukkan setengah jumlah orang HIV positif global adalah perempuan.

Lebih dari 20 tahun sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1986, tercatat total 80.938 infeksi. Walaupun baru ada kasus dilaporkan setiap tahun rata-rata di atas 5640. Sepuluh tahun terakhir, secara mengejutkan jumlah infeksi baru pada laki-laki mengalami penurunan terus-menerus.

"The feminisation" dari epidemi ini telah membalikkan kecenderungan dominasi laki-laki di antara mereka yang terinfeksi di Malaysia.

Laporan terbaru oleh Departemen Kesehatan Malaysia dan UNICEF, yang berjudul Women and Girls Confronting HIV and AIDS in Malaysia 2008, menunjukkan bahwa infeksi HIV baru di kalangan perempuan meningkat secara drastis menjadi 16% pada 2007 dari 1,2% pada tahun 1990, yang kebanyakan adalah ibu rumah tangga.

Hampir satu perempuan dari kelima orang yang baru terinfeksi pada skala nasional pada tahun 2006, dan terutama yang terinfeksi dari hubungan seks (heteroseks).

Ini mencerminkan perubahan dinamis di Malaysia: Pria terus mendapatkan
terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba suntik dan perempuan melalui
hubungan seks.

Perwakilan UNIVEF di Malaysia Youssouf Oomar berkata menargetkan orang-orang muda yang sangat penting dalam perjuangan untuk mengontrol epidemi HIV di Malaysia.

Menurutnya dengan meningkatnya infeksi HIV di kalangan perempuan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, menjadikan anak-anak dimasa depan yang akan menanggung konsekuensi dari epidemi ini.

Namun anak-anak dan remaja adalah orang yang memiliki kekuatan untuk mengubah
sikap dan perilaku, dan merubah program HIV untuk generasi yang akan datang.

Masalah HIV di Malaysia telah memberikan fokus yang kuat dalam agenda nasionalnya, dan sejalan dengan komitmen negara untuk Pembangunan Milenium
Goals (MDG), karena salah satu kunci strategi untuk mencapai MDG adalah dengan menangani perempuan dan anak-anak dari kerentanan terhadap HIV.

Departemen Kesehatan Malaysia dan UNICEFpercaya harus ada pandangan gender terhadap masalah HIV untuk menghadapi krisis perempuan terinfeksi di Malaysia, juga respon yang sensitif terhadap sosial konteks, budaya, dan kehidupan perempuan.

UNICEF sudah menyarankan pemerintah Malaysia untuk mengakui pentingnya
mengatasi kerentanan HIV di kalangan perempuan, kaum muda dan anak-anak,
diidentifikasikan sebagai Strategi 4 dari Rencana Strategis Nasional tentang HIV dan
AIDS 2006-2010 di Malaysia.

Bersama kampanye global UNICEF dan UNAIDS "Unite for Children, Unite Against AIDS"ini melengkapi strategi oleh menangani komponen pencegahan HIV di kalangan perempuan, anak-anak dan kaum muda.

Bagi Indonesia, kasus di Malaysia seharusnya menjadi tolak ukur untuk program-program HIV. Walau terlihat pada data jumlah kumulatif kasus AIDS pada jenis kelamin perempuan masih sedikit dibanding dengan laki-laki, namun ini bukan berarti perempuan lebih aman di banding laki-laki.

Sudah banyak pemerhati dan peneliti yang mengamini perempuan memang lebih rentan tertular. Hanya saja budaya dan sistem di masyarakat di Indonesia yang membuat perempuan mungkin tidak bisa akses informasi HIV apalagi untuk test HIV, inilah yang bisa saja menjadi faktor kecilnya jumlah data perempuan yang terinfeksi dibanding laki-laki.

Baik pemerintah, LSM dan pemerhati masalah ini harus meningkatkan perempuan dan remaja perempuan pengetahuan tentang infeksi HIV; memperluas akses terhadap pendidikan kesehatan reproduksi seksual dan akses untuk test HIV; meningkatkan kemampuan mereka untuk melindungi diri dari HIV; serta memerangi diskriminasi gender dan kekerasan.

Kita semua harus memberdayakan perempuan untuk membuat keputusan yang positif, untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka agar terhindar dari penularan HIV. Pada saat yang sama, laki-laki harus merangkul peran yang mereka dapat mainkan dan menciptakan perubahan positif bagi perempuan dan anak-anaknya

dampak pubertas dan mestruasi pada kesehatan gigi

Peningkatan produksi hormon seks pada saat pubertas umumnya akan menyisakan keadaan yang konstan bagi kehidupan reproduksi seorang perempuan. Masa pubertas pada perempuan ditandai dengan dimulainya siklus menstruasi. Peningkatan hormon seks memicu pelebaran pembuluh darah kecil pada gusi. Pelebaran darah tersebut dapat dilihat dengan adanya gusi yang memerah, perdarahan pada radang gusi, dan bengkak.

Mikroba pada fase di atas berubaha dari flora mikroba yang “menyehatkan” menjadi mikroba yang bersifat destruktif atau bersifat pathogen. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan kadar hormon dalam darah dimana bakteri patogen dapat menggunakannya untuk terus tumbuh dan bertambah banyak (berproliferasi). Keberadaan plak dan karang pada gigi juga akan semakin memperburuk kondisi di atas.

Hal ini semakin menguatkan akan pentingnya penanaman kebiasaan kesehatan gigi di usia dini, serta melakukan pemeriksaan dan pembersihan gigi secara rutin. Kecenderungan kasus peradangan dan gigi yang bengkak dihubungkan pada masa pubertas dan akan semakin menurun ketika sudah usia lanjut.

Namun demikian, perempuan mengalami peradangan menjelang datangnya masa menstruasi. Munculnya gusi merah, bengkak, perih pada gusi.dan luka pada mulut menjadi tanda yang biasa. Tanda-tanda peradangan akan menghilang seiring dengan datangnya periode menstruasi. Oleh karena itu, higienitas mulut yang tidak adekuat dapat meningkatkan keparahan gangguan mulut yang menyebabkan rasa tak nyaman.info lebih lanjut

www.ngotakngatik.wordpress.com